Category Archives: Loft Management

STARTING WITH GOOD BIRDS


PEDOMAN MEMILIH MERPATI

Peternak burung merpati harus sangat selektif memilih burung-burung yang diinginkannya untuk dapat terbang tinggi (performing breed) dan agar usaha mereka dapat menampilkan sifat yang disenangi untuk fungsi-fungsi yang dikehendaki. Merpati performing breed yang dikehendaki adalah yang memiliki ketangkasan termasuk golongan tumbler (akrobat merpati di udara). Tujuan dipaparkan pengalaman ini untuk mengkaji karakteristik merpati performing breed dan cara seleksinya. Selanjutnya untuk mengetahui pewarisan sifat tersebut.

Kemampuan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dari seekor merpati :

  • Kecerdasan/intelligence (30%)
  • Karakter/character (40%)
  • Anatomi /anatomy (30%)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seekor merpati :

  • Genetic Determinism (lineage)
  • Psychologi Determinism (training and treatment)
  • Environment Determinism (loft and comunitee)

Untuk bulu :

  1. Bulu harus tebal dan mengkilap atau memiliki lapisan minyak yang cukup (untuk menjaga suhu tubuh agar stabil,mencegah bulu agar tidak mudah basah, membuat bulu menjadi kedap udara)
  2. Bulu sayap rapat dan tebal.
  3. Unjung bulu pada sayap di usahakan panjang nya sampai ke ujung ekor
  4. Bulu ekor rapi membentuk satu kesatuan seperti huruf 1 atau I, dan harus rata/flat jangan cembung waktu melebar, bulu ekor harus aerodinamis waktu terbang dapat dilihat apabila waktu burung terbang ekor mengayun-ayun ke atas dan ke bawah.

Untuk mata/eyesign :

  1. Usahakan yg bening dan bersih.
  2. Jangan cari mata yg melotot keluar dari plupukan mata.
  3. Plupukannya merah ( mencerminkan burung sehat tidak pucat ).
  4. Warna mata memiliki 3 lingkaran warna (umumnya mencerminkan burung memiliki mental yang tangguh dan pantang menyerah).
  5. Pupil pada mata merespon sinar nya cepat (mencerminkan reflex,saraf dan organ dalam burung dalam keadaan baik).

Untuk bodi :

  1. Untuk merpati tinggi jangan terlalu berat.
  2. Untuk otot harus kering dan daging harus lentur.
  3. Bentuk tubuh seperti jantung pisang atau botol.
  4. Dada besar membusung ke depan dan bawah sehingga membuat titik berat burung berada di depan dadanya (kemampuan burung merpati untuk membelah angin pada saat menukik/turun).
  5. Pundak harus rapat di samping dada kanan dan kiri dan jangan terbuka apabila dipegang (kemampuan burung untuk menukik/turun secara tajam seperti tombak atau peluru secara lurus).
  6. Pinggang ramping tetapi bukan tepos seperti pelari jarak jauh, atau pinggang besar harus empuk (biasanya burung atas kepala atau satu lobang “pegangan jaman dahulu”, burung balap rata-rata berpinggang besar mencerminkan kekuatan ginjal dari burung tersebut karena membutuhkan power yang besar dalam jarak pendek seperti pelari sprinter ) tetapi pegangan untuk pinggang ini harus proporsional dengan masing-masing bentuk tubuh merpati atau keputusan tergantung selera masing-masing peraba.

Untuk supit :

  1. Supit jangan yg terlalu rapat dan terlalu renggang.
  2. Supit jangan yg putus atau patah.
  3. Supit harus cukup tebal (mencerminkan tulang burung yang cukup kuat).

Untuk paruh :

  1. Cari yg tipis di depan.
  2. Paruh jatuh kebawah seperti elang.
  3. Cari yg kering atau ada retak-retak (karena paruh mencerminkan tulang burung).

Untuk hidung :

  1. Bentuk hidung harus sesuai dengan bentuk paruh ( paruh kecil/tipis=hidung tidak besar, paruh besar=hidung jangan kecil ).
  2. Warna putih di hidung harus tebal dan cukup banyak

Untuk kaki & kuku :

  1. Kaki harus panjang dan ngelonjor lurus kebelakang apabila dipegang, ini mencerminkan kemampuan burung untuk mendarat/landing dengan sempurna ( seperti burung elang atau peregrine yang memiliki kaki yang panjang untuk mencengkram mangsa).
  2. Kuku harus tebal dan kering (karena kuku mencerminkan tulang burung).

PIGEON FEEDING

MAKANAN/PAKAN MERPATI

Setiap jenis makanan merpati, baik yang sengaja kita berikan kepada merpati maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi (zat gizi) yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan makanan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi ( zat gizi) yang terkandung di dalam bahan makanan secara umum terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat , mineral dan vitamin.

Setelah dikonsumsi oleh merpati, setiap unsur nutrisi (zat gizi) berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh merpati untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Tinggi rendah konsumsi pakan pada merpati sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi merpati itu sendiri).

a) Temperatur Lingkungan
Merpati dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi merpati yang bersangkutan yang meliputi jenis merpati, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.

Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan merpati biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh merpati akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, merpati akan membutuhkan pakan karena merpati membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan merpati dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.

b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang merpati untuk mengkonsumsinya.

c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada merpati , selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Merpati akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan merpati itu sendiri.

d) Status fisiologi
Status fisiologi merpati seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.

e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.

f) Bentuk Pakan
Merpati lebih menyukai pakan bentuk butiran (pakan yang dibuat pellet atau dipotong) dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna.

g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh merpati berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan merpati yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh merpati tersebut.

Berat badan merpati dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan merpati dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula:

Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661

Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75.

Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75

Kebutuhan pakan yang bergizi banding bobot tubuh merpati kurang lebih sekitar 25 g/kg.

Dasar persyaratan gizi merpati adalah protein, energi (yang terbaik adalah sumber karbohidrat dan lemak) mineral dan vitamin. Semua gizi ini ditemukan di seluruh biji-bijian yang digunakan untuk pakan merpati tetapi perbedaannya adalah dalam jumlah nutrisi yang diperlukan oleh merpati untuk setiap kondisi/keadaan.

Saat pembiakan atau kondisi ternak/pembiakan dibutuhkan protein yang lebih tinggi dibanding kebutuhan karbohidrat.

Saat pelatihan atau balap dibutuhkan energy/karbohidrat yang lebih tinggi, daftar persentase mineral/grit ,vitamin dan serat dalam pakan juga harus didaftar dalam urutan peringkat utama dari bahan campuran pakan merpati.

Beberapa sumber karbohidrat dan lemak yang terbaik dapat diperoleh dari jagung, ketan hitam, beras merah,beras putih,kenari seed,millet,dll. Beberapa sumber protein terbaik dapat diperoleh dari kacang-kacangan seperti kedelai,kacang hijau,kacang merah,dll. Mineral/grit,vitamin dan serat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dari merpati.

PERDA NO.4 TH.2007 PERUNGGASAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG
PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :

a. bahwa penyakit flu burung (Avian Influenza) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus H5N1 dan ditularkan oleh unggas yang dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya;
b. bahwa penyakit flu burung pada manusia di Indonesia sudah dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta termasuk salah satu dari tiga daerah yang paling banyak terjadi kasus flu burung tersebut sehingga perlu segera dilakukan langkah- langkah pengendalian secara menyeluruh terhadap pemeliharaan dan peredaran unggas;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahtn 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3669);
5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3878);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahjn 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republk Indonesia Nomor 4473);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3101);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
11. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiagaan Menghadapi pandemi Influenza;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/ Per/VIII/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan Tata Cara Penanggulangan Seperlunya;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT. 140/10/2006 tentang Pedoman Pemeliharaan Unggas di Pemukiman;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang Penetapan Flu Burung (Avian Influenza) Sebagai Penyakit Yang Dapat Menimbulkan Wabah Serta Pedoman Penanggulangannya;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372/Menkes/iSK/IX/2005 tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Siasa (KLB) Flu Burung (Avian Influenza);
16. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1992 tentang Penampungan dan Pemotongan Unggas serta Peredaran Daging Unggas di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 75);
17. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dawan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor66);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya/Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan.
5. Suku Dinas adalah Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Pusat, Kotamadya Jakarta Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, Kotamadya Jakarta Barat, Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara serta Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
6. Pengendalian Unggas adalah pengawasan atas pemeliharaan dan peredaran unggas dalam rangka pencegahan penyakit flu burung.
7. Unggas adalah hewan bersayap, berkaki dua, berparuh dan berbulu, termasuk segala jenis burung yang dapat dipelihara dan diternakkan sebagai penghasil pangan atau sebagai hobi, pendidikan serta penelitian.
8. Unggas Pangan adalah setiap jenis burung yang dimanfaatkan untuk pangan.
9. Unggas Kesayangan adalah setiap jenis burung yang memiliki nilai manfaat yaitu keindahan, warna, bentuk, ketangkasan dan suaranya .
10. Badan Hukum adalah perseroan terbatas, persekutuan komanditer, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, firma, kongsi, perkumpulan, koperasi, yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap.
11. Pemohon adalah orang perorang dan/atau badan hukum yang mengajukan permohonan perizinan.
12. Pemeliharaan adalah kegiatan memelihara atau budidaya unggas.
13. Peredaran adalah kegiatan Pemasukan, Pengeluaran, Pengangkutan, Penampungan dan Pemasaran Unggas.

BAB II
PEMELIHARAAN UNGGAS

Pasal 2

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memelihara unggas pangan di Daerah wajib memiliki izin.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Suku Dinas.
3) Proses perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara cepat, cermat, dan sederhana tanpa dipungut biaya apapun.
4) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon harus melampirkan persyaratan antara lain sebagai berikut: a. foto copy kartu tanda penduduk; b. izin lingkungan; c. Jenis dan jumlah unggas; d. bentuk dan luas kandang; dan e. denah lokasi kandang minimal berjarak 25 (dua puluh lima) meter dari pemukiman.
5) Izin akan dikeluarkan apabila telah memenuhi persyaratan.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara perizinan pemeliharaan unggas pangan diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 3

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memelihara unggas pangan yang telah ada sebelumn berlakunya Peraturan Daerah ini dalam jangka waktu 6 (enam) bulan masih tidak memenuhi persyaratan dilarang melakukan kegiatan pemeliharaan.
2) Apabila setelah melewati waktu 6 (enam) bulan pemelihara unggas pangan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Gubernur dapat melakukan tindakan penutupan dan penyitaan unggas.
3) Tindakan penutupan dan penyitaan unggas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah melalui prosedur yang berlaku.

Pasal 4

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memelihara unggas kesayangan dan unggas untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan konservasi wajib memiliki sertifikasi kesehatan hewan dan tanda khusus;
2) Sertifikasi kesehatan hewan dan tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan prosedur sertifikasi diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 5

Terhadap orang dan/atau badan hukum yang tidak memiliki sertifikat kesehatan hewan dilarang memelihara unggas kesayangan dan unggas untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan konservasi.

BAB III
PEREDARAN UNGGAS

Pasal 6

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memasukkan unggas pangan ke Daerah, wajib ke lokasi tempat penampungan.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi tempat penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Pasal 7

1) Pemilik tempat penampungan dan pemotongan unggas pangan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini wajib melaksanakan pemindahan tempat penampungan dan pemotongan unggas pangan ke lokasi yang ditetapkan oleh Gubernur atau keluar Daerah secara bertahap dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini;
2) Apabila setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) tahun pemilik tempat penampungan dan pemotongan unggas pangan tidak melaksanakan pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat melakukan tindakan penutupan dan penyitaan unggas pangan;
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pentahapan pemindahan lokasi penampungan dan pemotongan unggas pangan diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 8

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memasukan unggas ke Daerah wajib dilengkapi dokumen yang menyatakan kesehatan unggas dan menerangkan asal serta tujuan pengiriman yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atau dokter hewan daerah asal unggas;
2) Terhadap unggas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan pemeriksaan kesehatan dan administrasi oleh petugas Suku Dinas;

Pasal 9

1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memasarkan unggas kesayangan dan unggas untuk kepentingan penelitian dan pendidikan wajib dilakukan pada lokasi yang ditetapkan.
2) Setiap orang dan/atau badan hukum yang memasarkan unggas kesayangan dan unggas untuk kepentingan penelitian dan pendidikan wajib memiliki izin dari Kepala Suku Dinas.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan prosedur perizinan serta penetapan lokasi pemasaran unggas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB IV
PEMBINAAN

Pasal 10

Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas pembinaan keterampilan teknis mengenai pengetahuan kesehatan kepada pemelihara dan penjual unggas.

BAB V
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Pasal 11

Pengendalian terhadap pengaturan pemeliharaan dan peredaran unggas serta dampaknya dilakukan oleh:
a. Walikotamadya dan Bupati Kabupaten Administrasi;
b. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan;
c. Dinas Kesehatan; dan
d. Dinas Ketentraman, Keteitiban dan Perlindungan Masyarakat/Satuan Polisi Pamong Praja. Pasal 12 Pengawasan terhadap pemeliharaan dan peredaran unggas selain dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah juga dilakukan oleh masyarakat.

BAB VI
SANKSI

Pasal 13

Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) , Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasa! 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 14

Selain dikenakan ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, dapat dikenakan sanksi berupa penyitaan unggas.

Pasal 15

Terhadap orang dan/atau badan hukum yang memelihara unggas terindikasi terinfeksi virus flu burung, Gubernur dapat menyita unggas dimaksud untuk dimusnahkan tanpa diberikan ganti rugi.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1992 tentang Penampungan dan Pemotongan Unggas serta Peredaran Daging Unggas di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daarah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1992 Nomor 75) dan semua ketentuan pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

Pasal 17

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus bukota Jakarta.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

SUTIYOSO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 April 2007
Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta

Ritola Tasmaya
NIP 140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN 2007 NOMOR 4.

PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 4 TAHUN 2007
TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

I. UMUM
Pemeliharaan dan peredaran unggas dalam rangka memenuhi kebutuhan akan daging unggas di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diperoleh dari peliharaan masyarakat di permukiman maupun peternakan serta hasil dari pemasukan unggas dari luar daerah. Dalam perkembangannya, pemeliharaan unggas di permukiman maupun di peternakan khususnya unggas jenis ayam, itik, entok, angsa, burung dara dan burung puyuh menimbulkan potensi ancaman virus H5N terhadap manusia yang penularannya melalui unggas dimaksud. Sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah ditetapkan sebagai salah satu dari tiga daerah yang paling banyak terjadi kasus flu burung pada manusia, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian secara menyeluruh terhadap pemeliharaan dan peredaran unggas di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Selama ini pengaturan mengenai pemeliharaan dan peredaran unggas di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1992 tentang Penampungan Dan Pemotongan Unggas Serta Peredaran Daging Unggas Di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, namun dalam rangka efisiensi dan efektifitas pengendalian pemeliharaan dan peredaran unggas untuk mencegah semakin berkembangnya dan memutus mata rantai penyebaran penyakit flu burung, maka perlu menyempurnakan Perda Nomor 5 Tahun 1992. Dengan adanya Peraturan Daerah tersebut dapat menekan seoptimal mungkin guna menghilangkan penyakit flu burung yang d sebabkan oleh virus H5N1 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat(1)
Yang dimaksud dengan Unggas Pengan adalah ayam, itik, entok, angsa, merpati potong dan burung puyuh.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud cepat adalah apabila semua persyaratan telah dipenuhi maka dalam waktu paling lama 5 (lima) hah kerja izin telah diterbitkan.
Ayat (4)
Huruf a.
Cukup jelas
Huruf b.
Yang dimaksud dengan izin lingkungan adalah persetujuan dari tetangga kanan, kiri, depan dan belakang serta persetujuan dari RT dan RW setempat.
Huruf c.
Cukup jelas
Huruf d.
Cukup jelas

Pasal 3
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 4
Ayat(1)
Yang dimaksud dengan Unggas Kesrsyangan adalah ayam kate, ayam pelung, ayam bangkok, ayam bekisar, ayam cemani, ayam hutan, merpati pos, merpati balap, merpati terbang tinggi, burung berkicau dan burung hias lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat(1)
Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah dokter hewan Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan atau dokter hewan yang bertugas di bidang kesehatan hewan
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 9
jelas

Pasal 10
Yang dimaksud dengan kesehatan adalah kesehatan manusia dan kesehatan hewan

Pasal 11
Yang dimaksud pengendalian meliputi kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut:
a. penyitaan/pengambilan dan pemusnahan unggas;
b. pembersihan kandang-kandang;
c. desinfeksi;
d. pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina;
e. pencegahan dan pengebalan kepada orang-orang yang belum sakit;
f. penyuluhan kepada masyarakat tentaig wabah flu burung.

Pasal 12
Masyarakat dapat melakukan pengawasan secara langsung dengan segera melaporkan kepada pengurus RT/RW atau Kelurahan atau Petugas Peternakan dan Perikanan Kecamatan, Puskesmas dan Petugas Suku Dinas Peternakan dan Perikanan setempat apabila ditemukan adanya unggas sakit atau mati yang terindikasi terinfeksi virus H5N1 sehingga dapat menyebabkan penyakit Avian Influenza/flu burung.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Penyitaan/pengambilan unggas dilakukan dalam upaya untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran penyakit Avian Influenza/flu burung yang dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya sehingga harus dilakukan segera tanpa menunggu proses pemeriksaan perkara pidana.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas

GEJALA, PENCEGAHAN, DAN PENULARAN AVIAN INFLUENZA / H5N1


Gejala Pada Unggas
  1. Jengger, pial, kaki dan daerah yang tidak ditumbuhi bulu berwarna ungu kebiruan atau berdarah,bulu-bulu berguguran.
  2. Diare, mengigil dan keluar cairan dari mata dan hidung.
  3. Pembengkakan di bagian muka, kelopak mata dan kepala.
  4. Pendarahan di kulit pada area yang tidak ditumbuhi bulu,terutama pada kaki.
  5. Pendarahan bintik pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
  6. Batuk, bersin, dan terdengar suara ngorok.
  7. Kesulitan bernafas.
  8. Lemas (tidak berenergi) dan kehilangan selera.
  9. Kepala tertunduk menyatu dengan badan.
  10. Gelisah.
  11. Kematian tinggi dalam populasi.
Gejala Pada Manusia

Penyakit flu burung memiliki gejala yang sama seperti gejala flu biasa misalnya:

  1. Demam lebih dari 38 derajat celcius, sakit tenggorokan, batuk pilek, sesak napas, lemas, muntah, tidak napsu makan, diare, nyeri otot, sakit kepala sampai dengan pendarahan.
  2. Diduga penderita tersebut terserang virus flu burung bila di sekitar rumahnya penderita terdapat unggas yang sakit/mati tanpa sebab, atau ada riwayat kontak dengan unggas yang sakit atau mati.
Namun, semua gejala ringan ini dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat disertai sesak napas karena terjadi peradangan pada jaringan paru-paru (pneunomia) dan dapat mengakibatkan meninggalnya si penderita.

Sifat Virus H5N1

Virus yang hidup pada unggas liar, terutama unggas air yang memiliki sifat:

  1. Virus dapat hidup lama dalam tinja unggas.
  2. Virus dapat hidup di dalam air bersuhu 22 derajat celcius selama 4 hari dan suhu 0 derajat celcius lebih dari 30 hari.
  3. Virus akan mati dengan cairan detergen maupun desinfektan seperti chlorin yaitu cairan yang mengandung lodium.
  4. Virus akan mati apabila dipanaskan dalam suhu 80 derajat celcius selama 1 menit atau mendidih.
Langkah Pencegahan
  1. Jangan sembarangan memelihara atau mencampurkan unggas/burung liar dengan unggas peliharaan sebelum diperiksa kesehatannya terlebih dahulu atau dikarantina dahulu.
  2. Jangan sentuh unggas yang tiba-tiba sakit dan mati mendadak. Jika telanjur, cepat mencuci tangan dengan menggunakan sabun.
  3. Gunakan sarung tangan, penutup hidung/mulut serta sepatu/penutup kaki saat mengubur/membuang/menyingkirkan unggas yang terjangkit flu burung.
  4. Pisahkan unggas dari manusia dan pisahkan unggas baru dengan unggas lama selama dua minggu.
  5. Masaklah daging dan telur unggas sampai matang.
  6. Cuci tangan dengan menggunakan sabun segera setelah memegang unggas ataupun telur.
  7. Periksakan diri ke rumah sakit atau dokter jika mengalami gejala flu dan demam setelah berdekatan dengan unggas.
  8. Jangan panik dan khawatir yang berlebihan karena penyebab flu burung adalah virus yang mudah mati karena panas, sinar matahari, dan desinfektan.
  9. Usahakan kebersihan kandang dijaga dan semprotkan bahan desinfektan (anti hama).
  10. Kandang harus sering terkena sinar matahari.
  11. Beri pakan yang menyehatkan dan air bersih kepada unggas peliharaan.
  12. Berikan vaksin pada unggas yang sehat untuk mencegah berjangkitnya penyakit dan untuk meningkatkan daya tahan terhadap penyakit.
Penularan Flu Burung
  1. Cara penularan penyakit ini bisa melalui udara dan air yang sudah tercemar virus H5N1 yang berasal dari lendir dan kotoran unggas yang terjangkit.
  2. Penyakit ini dapat menular dari unggas ke unggas maupun dari unggas ke manusia, tapi belum terbukti penularan dari manusia ke manusia.